Anggota DPR-RI Dapil Sumatera Barat II Mulyadi turut berkomentar terkait perbedaan hasil survei Pilkada DKI Jakarta antara LSI dan Poltracking, yang dilakukan oleh dua lembaga survei tersebut pada periode yang sama. Ia ikut bercerita pengalamannya dengan Poltracking.
Pada saat maju gubernur tahun 2020, Mulyadi mengatakan menggunakan jasa Poltracking baik sebagai lembaga survei maupun pemenangan. Saat itu, ia mengaku ada permasalahan serius yang mengakibatkan kerugian, namun sudah dibuat kesepakatan damai.
"Saya juga sudah sampaikan bahwa personel Poltracking rata-rata masih muda-muda, tidak ada yang senior, bahkan Masduri sebagai penanggung jawab survei waktu itu sudah saya rekomendasikan untuk diganti dengan yang lebih senior dan profesional, dan disepakati oleh Hanta Yudha ke depan tidak akan menggunakannya lagi, makanya saya kaget kok yang tampil sebagai penanggung jawab survei masih Masduri, yang jelas-jelas sebelumnya bermasalah," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (11/11/2024).
Baca juga: Disanksi Persepi, Poltracking Tegaskan Bukan Konsultan Paslon Mana PunMulyadi juga menyayangkan Poltracking Indonesia lebih menggunakan pendekatan politik dibandingkan dengan pendekatan saintifik.
"Sangat disayangkan pola yang dilakukan oleh Poltracking dengan keluar dulu dari Persepi, kemudian melakukan bantahan-bantahan dari luar. Pola seperti ini adalah pola penggiringan opini, tidak scientific, tidak cocok dilakukan oleh lembaga ilmiah," ungkapnya.
Lebih lanjut, ia pun mendukung tindakan yang dilakukan oleh Persepi. Menurutnya, dampaknya bisa sangat besar bagi masyarakat jika ada data yang dipermainkan.
"Dengan kejadian Jakarta ini, ke depan lembaga survei jangan ada lagi yang coba-coba mempermainkan data, karena dampaknya sangat serius terhadap masyarakat. Dan saya minta Persepi tetap panggil Poltracking walaupun sudah keluar dari Persepi, karena Poltracking melakukan bantahan-bantahan satu pihak," pungkasnya.
(akn/ega)