Ada banyak sekali orang di dunia ini yang sibuk. Namun, sejak kapan manusia modern menjadi begitu sibuk?
Setidaknya, sejarah evolusi memiliki penjelasan mengenai hal ini. Menurut dosen psikologi Bemidji State University dan Birmingham Southern College, Nigel Barber, tidak ada aturan tunggal tentang seberapa aktif hewan harus bekerja demi kesehatan dan keberhasilan reproduksi mereka. Tergantung bagaimana mereka mencari nafkah.
Hewan pemangsa hanya bekerja sedikit dan menghabiskan waktu berjam-jam untuk tidur di tempat teduh. Sementara hewan mangsa pada dasarnya adalah kebalikannya.
"Jika mereka adalah pemakan rumput, maka akan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk merumput dan mengunyah daging (jika mereka adalah hewan pemamah biak). Alasannya adalah karena daging adalah makanan berenergi tinggi sedangkan rumput dan tumbuhan lainnya, rendah energi dan tinggi serat. Hal ini berarti mereka harus mengunyah dan mencerna selama berjam-jam dan hanya menyisakan sedikit waktu untuk tidur," terangnya, seperti dikutip dari Psychology Today.
Sebagai pemburu-pengumpul, manusia adalah predator sekaligus vegetarian. Manusia memiliki jadwal aktivitas yang beragam. Kita tidur sekitar delapan jam, lebih lama dari domba yang tidur sekitar 6-8 jam sehari, tetapi jauh lebih sedikit dari singa yang tidur 16 jam sehari.
Baca juga: Mengapa Populasi Manusia di Bumi Lebih Banyak Daripada Hewan? Begini AlasannyaBudaya Kerja Keras Muncul sejak Kapan?Manusia menjadi sangat sibuk sejak Revolusi Industri. Perkembangan cahaya buatan membuat kita bisa bekerja kapan saja, baik siang maupun malam.
Industrialisasi juga membawa obsesi pada produktivitas atau jumlah produk yang dihasilkan per jam kerja.
Kesibukan mungkin muncul dengan sendirinya dengan industrialisasi, tetapi kerja keras pertama kali muncul sejak Revolusi Pertanian. Kita mengetahui hal ini dari penelitian tentang transisi pertanian dalam sejarah pemburu-pengumpul seperti masyarakat Agta di Filipina.
Ketika suku Agta beralih menanam makanan mereka sendiri, mereka harus bekerja lebih keras. Mengambil dari alam lebih mudah daripada memproduksi makanan sendiri. Suku Agta menghabiskan lebih banyak waktu untuk bekerja dan mengalami penurunan waktu luang.
Jadi, para pemburu-pengumpul menjalani kehidupan yang relatif santai. Mereka jarang bekerja lebih dari sekitar lima jam per hari, meskipun perempuan bekerja lebih lama daripada laki-laki karena keterlibatan mereka yang lebih besar dalam merawat anak-anak.
Ketika petani menjadi lebih sibuk, apakah hal ini baik atau buruk bagi mereka? Ada beberapa pandangan yang saling bertentangan.
Pendapat AristotelesAristoteles berpendapat menjadi aktif membuat manusia bahagia. Seperti yang ia ungkapkan, "Kebahagiaan adalah aktivitas jiwa yang sesuai dengan kebajikan."
Sang filsuf tentu saja mempraktikkan pepatah ini dalam kehidupannya. Dia sangat produktif sebagai seorang sarjana, mempelajari bidang-bidang baru dalam pembelajaran mulai dari embriologi hingga kritik sastra dan politik.
Namun, Aristoteles adalah bagian dari kaum elite yang bebas dan mungkin tidak menganggap dirinya sebagai seorang pegawai meskipun dia tutor Alexander Agung. Dia tidak akan menghargai kesibukan demi kesibukan itu sendiri. Bagaimanapun juga, itulah kehidupan seorang budak.
Hubungan antara menjadi aktif dan bahagia dibuktikan dalam penelitian tentang depresi klinis.
Orang yang tetap aktif secara fisik dan mental umumnya mengalami suasana hati yang baik. Mereka yang mengalami episode depresi cenderung lesu dan sulit bangun pada pagi hari.
Pada akhirnya, kesibukan manusia sebagian besar ditentukan oleh ekonomi subsisten. Petani lebih sibuk daripada pemburu-pengumpul karena memproduksi makanan sendiri membutuhkan banyak tenaga dan membutuhkan waktu berjam-jam.
Baca juga: Bumi Pernah Tertutup Es hingga Dijuluki Bola Salju, Kok Bisa?Lantas, Apakah Kesibukan Baik untuk Kita?Masyarakat era pertanian memiliki lebih banyak anak dibandingkan masyarakat pemburu-pengumpul. Itulah sebabnya mengapa terjadi ledakan populasi.
Namun, masyarakat petani memiliki harapan hidup yang lebih pendek dan mereka menderita cedera akibat stres berulang pada persendian. Mereka juga memiliki perawakan yang lebih pendek, yang menunjukkan makanan mereka tidak cukup bervariasi.
Para pekerja tidak mendapatkan kondisi yang baik ketika mereka dipaksa untuk bekerja berjam-jam pada awal Revolusi Industri. Meski begitu, kualitas kesehatan manusia akhirnya membaik, sebagaimana tercermin dari peningkatan status kesehatan.
Kualitas kesehatan ini terkait dengan berbagai perubahan, termasuk perbaikan sanitasi, air minum, dan kesehatan masyarakat.
Hal ini juga mencerminkan kebangkitan serikat pekerja dan hadirnya hari kerja yang lebih pendek. Spesies kita menjadi makmur dengan adanya minggu kerja yang lebih pendek.
Menurut Barber, mungkin lebih baik untuk tidak bekerja terlalu keras seperti yang dilakukan oleh nenek moyang kita yang tinggal di daerah terpencil.
Video: Fakta-fakta Jerapah Bakal Dimasukkan ke Spesies Terancam Punah